Tuesday, August 18, 2009

Merdeka, tak bisa dijadikan barang perseorangan. Karena dulu, para leluhur tidak berjuang sendirian. Merdeka bukanlah barang monopoli yang dengannya Si Kaya bisa berbicara dengan bahasa surga tentang kemerdekaan. Lantas Si miskin tidur senyap dengan pengantar nyanyian malam di pinggir jalan.
"Kemerdekaan adalah milik kita, bukan dia dan mereka!"
Namun sekarang, bagi kaum yang 'termarjinalkan dari peradaban', kaum-kaum yang mati-tidak hidup pun enggan, bisakah ia merasakan nafas segar kemerdekaan. Atau bahkan mereka hanya bisa berkata layaknya Senja dalam Merah Putih:
"Republik ini telah merampas segalanya dariku..."

3 comments:

Aryo Halim said...

kalo tidak ada si miskin nti tidak ada pekerja dong. Bukankah bahagia itu di hati? bukankah bahagia itu disurga? Bukankah bahagia artinya "merdeka?" So..ada si kaya jg ada simiskin, ada wanita ada pria, saling melengkapi lah. Berusahalah untuk bisa berbahagia, jangan menunggu orang lain untuk membahagiakan kita.

KangBoed said...

Saya mengucapkan SELAMAT menjalankan PUASA RAMADHAN.. sekaligus Mohon Maaf Lahir dan Bathin jika ada kata kata maupun omongan dan pendapat yang telah menyinggung atau melukai perasaan para sahabat dan saudaraku yang kucinta dan kusayangi.. semoga bulan puasa ini menjadi momentum yang baik dalam melangkah dan menghampiriNYA.. dan menjadikan kita manusia seutuhnya meliputi lahir dan bathin.. meraih kesadaran diri manusia utuh..

Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabat Sahabatku terchayaaaaaank
I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll

Gostav Adam said...

Pastilah hidup ini tidak lepas dari dua sisi mata uang. Kaya dan miskin. yang kedua kubu ini selalu memiliki kepentingan masing-masing dalam menintepretasikan sebuah kemerdekaan.

Gandhi si jenius....